Alhamdulillahiladziarsala rosulahu bilhuda wadinil haq liyuzhirohu aladdini kulihi wakafa bilahi syahida. Pembukaan pidarta bahasa bali. Contoh pidato bahasa bali singkat berikut mungkin akan sangat berguna untuk dijadikan rujukan. Lan para sisya-sisya SMA N 1 Semarapura sane banget tresnasihin titiang sadurung titiang matur amatra.
Alhamdulillah alladzi arsala rosulahu bil huda wa dinil haq. Liyuzhhirohu 'alad dini kullihi. Wa kafa billahi syahida. Asyhadu alla ilaha illallah, wahdahu laa syarikalah. Kemudian yang kedua kita bekali Bahasa Arab yang berfokus pada qiroatul kutub yang mampu membaca dan memahami kitab-kitab para ulama biidznillah. Kemudian keunggulan
TafsirSurat At-Taubah Ayat 33 (Terjemah Arti) Paragraf di atas merupakan Surat At-Taubah Ayat 33 dengan text arab, latin dan artinya. Ditemukan pelbagai penafsiran dari banyak mufassirin berkaitan makna surat At-Taubah ayat 33, sebagiannya seperti termaktub: Dia lah yang telah mengutus RasulNya, Muhammad , dengan membawa al-qur'an dan agama
Fast Money. assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh Alhamdulillahilladzi arsala rosulaHu bil huda wadinil haq, liyudzhirohu aladdini kullihi wakafa billaHi syahida, asyhadu alla ilaha illahu wahdahu laa syarika lahu, wa asyhadu anna sayyidana Muhammadan Abduhu warosuluh, Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa’ala alihi washohbihi ajma’in. amma ba’du Hadorotul mukarromun, para alim, para kyai, para hujjaj, para asatidz, para tokoh masyarakat, wabilkhusus almukarrom Bapak KH. Ahmad Fatkhi MN, Bapak Muhyiddin na’im, almukarrom Bapak KH. Masykuri Kurtubi, Almukarrom KH. Ghozali Abd. Ghoni, al ustdz. H. M. Jamil Hz., Al Uts. H. Husein Asmawi selaku ketua Musholla Al-Mu’in, Ketua panitia Peringatan maulid nabi Muhammad SAW dan juga seluruh jajaran panitia yang telah meluangkan waktu sehigga dapat terlaksananya acara pringatan maulid ini, dan juga kami mohon maaf kepada bapak-bapak, ustdz, para hujjaz juga para hadirin hadirot yg tidak dapat kami sebutkan namanya satu persatu, namun tidak mengurangi rasa hormat serta ta’dzim kami kepada bapak-bapak hadirin dan hadirot puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah member kenikmatan kepada kita semua berupa nikmat iman, nikmat islam dan juga nikmat sehat walafiat sehinga pada malam ini kita masih diberi kesempatan oleh Allah untuk dapat hadir di acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di tempat yang mubarrok ini. Semoga langkah kita dari kediaman kita masing-masing selalu mendapat ridho dari Allah SWT. Amin Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada baginda nabi Agung Muhammad SAW dengan ucapan Allahumma Shollai Alaa Sayyidina Muhammad, semoga dengan sering-sering kita membaca sholawat kita akan mendapatkan syafatnya di yaumil qiyamah nanti. Amin Bapak-bapak hadirin hadirot yang semoga dirohmati Allah SWT, Dikarenakan waktu sudah cukup malam, baiklah kita mulai acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pada malam ini. Adapun susunan acara yang insya Allah 1. Pembukaan 2. Pembacaan Yasin, Tahlil dan tahmid, dan juga lain-lainnya 3. Pembacaan Sholawat Nabi 4. – Sambutan dari Ketua Panitia – Sambutan Kepadala Desa 5. Pembacaan Ayat Suci Al-qur’an 6. Inti Peringatan Maulid Nabi Mauidhoh Hasanah yang akan disampaikan oleh Kh…. 7. Istirahat 8. Penutup – Doa
Alhamdulillahilladzi arsala rosulahu bilhuda wa diinil haq, liyuzh-hirohu alad diini kullih wa kafaa billahi syahida. Allahumma sholli ala nabiyyina Muhammad, wa ala alihi wa shohbihi wa sallam. Sebelumnya kami telah menyampaikan sanggahan mengenai bid’ah hasanah yang dasarnya adalah dari perkataan Umar bahwa sebaik-baik bid’ah yaitu shalat tarawih ini. Berikut kami sajikan beberapa alasan lain dalam membela bid’ah dan jawabannya. [1] Mobil, HP dan Komputer termasuk Bid’ah Setelah kita mengetahui definisi bid’ah dan mengetahui bahwa setiap bid’ah adalah tercela dan amalannya tertolak, masih ada suatu kerancuan di tengah-tengah masyarakat bahwa berbagai kemajuan teknologi saat ini seperti mobil, komputer, HP dan pesawat dianggap sebagai bid’ah yang tercela. Di antara mereka mengatakan, “Kalau memang bid’ah itu terlarang, kita seharusnya memakai unta saja sebagaimana di zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam”. Menurut kami, perkataan ini muncul karena tidak memahami bid’ah dengan benar. Perlu sekali ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan bid’ah yang tercela sehingga membuat amalannya tertolak adalah bid’ah dalam agama dan bukanlah perkara baru dalam urusan dunia yang tidak ada contoh sebelumnya seperti komputer dan pesawat. Suatu kaedah yang perlu diketahui bahwa untuk perkara non ibadah adat, hukum asalnya adalah tidak terlarang mubah sampai terdapat larangan. Hal inilah yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagaimana dalam Iqtidho’ Shirotil Mustaqim, 2/86 dan ulama lainnya. Asy Syatibi juga mengatakan, “Perkara non ibadah adat yang murni tidak ada unsur ibadah, maka dia bukanlah bid’ah. Namun jika perkara non ibadah tersebut dijadikan ibadah atau diposisikan sebagai ibadah, maka dia bisa termasuk dalam bid’ah.” Al I’tishom, 1/348 Para pembaca dapat memperhatikan bahwa tatkala para sahabat ingin melakukan penyerbukan silang pada kurma –yang merupakan perkara duniawi-, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِذَا كَانَ شَىْءٌ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَأَنْتُمْ أَعْلَمُ بِهِ فَإِذَا كَانَ مِنْ أَمْر دِينِكُمْ فَإِلَىَّ “Apabila itu adalah perkara dunia kalian, kalian tentu lebih mengetahuinya. Namun, apabila itu adalah perkara agama kalian, kembalikanlah padaku.” HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengomentari bahwa sanad hadits ini hasan Kesimpulannya Komputer, HP, pesawat, pabrik-pabrik kimia, berbagai macam kendaraan, dan teknologi informasi yang berkembang pesat saat ini, itu semua adalah perkara yang dibolehkan dan tidak termasuk dalam bid’ah yang tercela. Kalau mau kita katakan bid’ah, itu hanyalah bid’ah secara bahasa yaitu perkara baru yang belum ada contoh sebelumnya. [2] Para Sahabat Pernah Melakukan Bid’ah dengan Mengumpulkan Al Qur’an Ada sebagian kelompok dalam membela acara-acara bid’ahnya berdalil bahwa dulu para sahabat -Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit- saja melakukan bid’ah. Mereka mengumpulkan Al Qur’an dalam satu mushaf padahal Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah melakukannya. Jika kita mengatakan bid’ah itu sesat, berarti para sahabatlah yang akan pertama kali masuk neraka. Inilah sedikit kerancuan yang sengaja kami temukan di sebuah blog di internet. Ingatlah bahwa bid’ah bukanlah hanya sesuatu yang tidak ada di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Bisa saja suatu amalan itu tidak ada di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan baru dilakukan setelah Nabi shallallahu alaihi wa sallam wafat, dan ini tidak termasuk bid’ah. Perhatikanlah penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa-nya berikut. “Bid’ah dalam agama adalah sesuatu yang tidak disyari’atkan oleh Allah dan Rasul-Nya yang tidak diperintahkan dengan perintah wajib ataupun mustahab dianjurkan. Adapun jika sesuatu tersebut diperintahkan dengan perintah wajib atau mustahab dianjurkan dan diketahui dengan dalil syar’i maka hal tersebut merupakan perkara agama yang telah Allah syari’atkan, … baik itu dilakukan di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam atau tidak. Segala sesuatu yang terjadi setelah masa beliau shallallahu alaihi wa sallam namun berdasarkan perintah dari beliau shallallahu alaihi wa sallam seperti membunuh orang yang murtad, membunuh orang Khowarij, Persia, Turki dan Romawi, mengeluarkan Yahudi dan Nashrani dari Jazirah Arab, dan semacamnya, itu termasuk sunnah beliau shallallahu alaihi wa sallam.” Majmu’ Fatawa, 4/107-108, Mawqi’ Al Islam-Asy Syamilah Pengumpulan Al Qur’an dalam satu mushaf ada dalilnya dalam syari’at karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk menulis Al Qur’an, namun penulisannya masih terpisah-pisah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Iqtidho’ Shirotil Mustaqim, 2/97 mengatakan, “Sesuatu yang menghalangi untuk dikumpulkannya Al Qur’an adalah karena pada saat itu wahyu masih terus turun. Allah masih bisa mengubah dan menetapkan sesuatu yang Dia kehendaki. Apabila tatkala itu Al Qur’an itu dikumpulkan dalam satu mushaf, maka tentu saja akan menyulitkan karena adanya perubahan setiap saat. Tatkala Al Qur’an dan syari’at telah paten setelah wafatnya beliau shallallahu alaihi wa sallam; begitu pula Al Qur’an tidak terdapat lagi penambahan atau pengurangan; dan tidak ada lagi penambahan kewajiban dan larangan, akhirnya kaum muslimin melaksanakan sunnah beliau shallallahu alaihi wa sallam berdasarkan tuntutan anjuran-nya. Oleh karena itu, amalan mengumpulkan Al Qur’an termasuk sunnahnya. Jika ingin disebut bid’ah, maka yang dimaksudkan adalah bid’ah secara bahasa yaitu tidak ada contoh sebelumnya, pen.” Baca juga Lebih Besar Pahala Baca Al Quran Lewat Mushaf Dibanding Handphone Perlu diketahui pula bahwa mengumpulkan Al Qur’an dalam satu mushaf merupakan bagian dari maslahal mursalah. Apa itu maslahal mursalah? Maslahal mursalah adalah sesuatu yang didiamkan oleh syari’at, tidak ditentang dan tidak pula dinihilkan, tidak pula memiliki nash dalil tegas yang semisal sehingga bisa diqiyaskan. Taysir Ilmu Ushul Fiqh, hal. 184, 186, Abdullah bin Yusuf Al Judai’, Mu’assasah Ar Royyan. Contohnya adalah maslahat ketika mengumpulkan Al Qur’an dalam rangka menjaga agama. Contoh lainnya adalah penulisan dan pembukuan hadits. Semua ini tidak ada dalil dalil khusus dari Nabi, namun hal ini terdapat suatu maslahat yang sangat besar untuk menjaga agama. Ada suatu catatan penting yang harus diperhatikan berkaitan dengan maslahah mursalah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Iqtidho’ Shirotil Mustaqim, 2/101-103 mengatakan, “Setiap perkara yang faktor pendorong untuk melakukannya di zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam itu ada dan mengandung suatu maslahat, namun beliau shallallahu alaihi wa sallam tidak melakukannya, maka ketahuilah bahwa perkara tersebut bukanlah maslahat. Namun, apabila faktor tersebut baru muncul setelah beliau shallallahu alaihi wa sallam wafat dan hal itu bukanlah maksiat, maka perkara tersebut adalah maslahat.“ Contoh penerapan kaedah Syaikhul Islam di atas adalah adzan ketika shalat ied. Apakah faktor pendorong untuk melakukan adzan pada zaman beliau shallallahu alaihi wa sallam ada? Jawabannya Ada yaitu beribadah kepada Allah. Namun, hal ini tidak dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam padahal ada faktor pendorong dan tidak ada penghalang. Pada zaman beliau ketika melakukan shalat ied tidak ada adzan maupun iqomah. Oleh karena itu, adzan ketika itu adalah bid’ah dan meninggalkannya adalah sunnah. Begitu pula hal ini kita terapkan pada kasus mengumpulkan Al Qur’an. Adakah faktor penghalang tatkala itu? Jawabannya Ada. Karena pada saat itu wahyu masih terus turun dan masih terjadi perubahan hukum. Jadi, sangat sulit Al Qur’an dikumpulkan ketika itu karena adanya faktor penghalang ini. Namun, faktor penghalang ini hilang setelah wafatnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam karena wahyu dan hukum sudah sempurna dan paten. Jadi, mengumpulkan Al Qur’an pada saat itu adalah suatu maslahat. Kaedah beliau ini dapat pula diterapkan untuk kasus-kasus lainnya semacam perayaan Maulid Nabi, yasinan, dan ritual lain yang telah membudaya di tengah umat Islam. –Semoga Allah memberikan kita taufik agar memahami bid’ah dengan benar- [3] Yang Penting Kan Niatnya! Ada pula sebagian orang yang beralasan ketika diberikan sanggahan terhadap bid’ah yang dia lakukan, “Menurut saya, segala sesuatu itu kembali pada niatnya masing-masing”. Kami katakan bahwa amalan itu bisa diterima tidak hanya dengan niat yang ikhlas, namun juga harus sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Hal ini telah kami jelaskan pada pembahasan awal di atas. Jadi, syarat diterimanya amal itu ada dua yaitu [1] niatnya harus ikhlas dan [2] harus sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Oleh karena itu, amal seseorang tidak akan diterima tatkala dia melaksanakan shalat shubuh empat raka’at walaupun niatnya betul-betul ikhlas dan ingin mengharapkan ganjaran melimpah dari Allah dengan banyaknya rukuk dan sujud. Di samping ikhlas, dia harus melakukan shalat sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Baca Juga Dua Syarat Diterimanya Ibadah Al Fudhail bin Iyadh tatkala berkata mengenai firman Allah, لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا “Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” QS. Al Mulk [67] 2, beliau mengatakan, “yaitu amalan yang paling ikhlas dan showab mencocoki tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam.” Lalu Al Fudhail berkata, “Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak mencocoki ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam, amalan tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran beliau shallallahu alaihi wa sallam namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima.” Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 19 Sekelompok orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, mereka beralasan di hadapan Ibnu Mas’ud, وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ ”Demi Allah, wahai Abu Abdurrahman Ibnu Mas’ud, kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.” Lihatlah orang-orang ini berniat baik, namun cara mereka beribadah tidak sesuai sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ibnu Mas’ud menyanggah perkataan mereka sembari berkata, وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.” HR. Ad Darimi. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayid Kesimpulan Tidak cukup seseorang melakukan ibadah dengan dasar karena niat baik, tetapi dia juga harus melakukan ibadah dengan mencocoki ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Sehingga kaedah yang benar “Niat baik semata belum cukup.” Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ala nabiyyiina Muhammad wa ala alihi wa shohbihi wa sallam. -bersambung insya Allah- Pogung Kidul, 1 Shofar 1430 H Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya Muhammad Abduh Tuasikal Bagian satu dari dua tulisan Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal Melengkapi pembahasan Mengenal bid’ah lebih dekat ’ Baca Juga Agar Tidak Terjatuh dalam Bidah, Sesuaikan Ibadah dalam Enam Hal Ini 3 Syarat Disebut Bid’ah
[Materi Kultum] Agar Senantiasa Ikhlas Menghadapi Kenyataan Hidup Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu’alaikum warahmatullahhi wabarakatuh. Alhamdulillah. Alhamdulillahi Robbil `Alamin, alladzi arsala rosulahu bil huda wa dinil haq. Liyuzhhirohu alad dini kullihi. Wa kafa billahi syahida. Asyhadu alla ilaha illallah, wahdahu laa syarikalah. Wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rosuluhu, laa nabiya ba’da. Allahumma sholli ala Muhammad wa ala ali Muhammad. Amma Ba’du. Bapak-bapak, ibu-ibu dan para hadirin yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepada kita semua, sehingga kita dapat berkumpul dalam rangka Tholabul Ilmi yang Insya Allah di ridhai Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, berserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman nanti. Dan kitapun amat sangat berharap dengan shalawat dan salam ini atas izin Allah Subhanahu Wa Ta’ala kita akan mendapatkan syafaat Beliau kelak di Yaumul Qiyamah. Aamiin ya rabbal alamin. Bapak, ibu dan hadirin yang saya hormati. Memiliki banyak keinginan dan kemauan adalah suatu hal yang sangat manusiawi. Akan tetapi, tidak semua keinginan kita harapkan akan selalu sesuai dengan kenyataan, tidak selamanya terwujud sesuai dengan apa yang kita harapan. Kita ingin mudah ternyata susah, kita ingin cepat ternyata lambat, kita ingin ringan ternyata berat, kita ingin banyak ternyata sedikit. Begitu banyak sekali keinginan manusia yang tidak sesuai dengan kenyataan. Bapak, ibu dan hadirin yang saya hormati. Dari itu, kita perlu memiliki sebuah kesiapan dalam menghadapi kenyataan, baik kenyataan yang cocok maupun kenyataan yang tidak cocok dengan keinginan kita. Cara supaya kita siap adalah dengan yakin sepenuhnya bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala lebih tahu apa yang terbaik bagi kita. Karena pada dasarnya apa yang kita inginkan itu, selalu didasari oleh pengetahuan kita yang dangkal dan sangat terbatas. Contoh Kita ingin mempunyai banyak uang, karena kita merasa dengan uang itu kita bisa melakukan banyak hal, padahal bisa jadi ternyata kita belum siap menghadapi godaan yang akan datang manakala kita memiliki banyak uang. Kita ingin punya jabatan yang tinggi karena kita merasa dengan jabatan itu kita akan menjadi orang yang terhormat, padahal bisa jadi kita tidak siap dengan ujian jabatan tersebut, yang justru dapat menjerumuskan kita pada perbuatan yang dilarang oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dalam Al-Quran Surat Al Baqarah Ayat 216. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman Artinya , “..Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Alloh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” Bapak, ibu dan hadirin yang saya hormati, berdasarkan ayat di atas maka kita jangan buru-buru putus asa saat menghadapi kenyataan yang tidak kita sukai, karena bisa jadi hal tersebut justru merupakan titik balik bagi kita untuk menjadi pribadi yang lebih tangguh, pribadi yang lebih kuat, pribadi yang lebih mandiri, dan lebih dekat dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Boleh-boleh saja kita memiliki suatu keinginan. Namun, yang lebih penting dari itu adalah kita mengerti cara menyikapi keinginan yang tercapai maupun keinginan yang tidak tercapai. Kita perlu senantiasa sadar bahwa mustahil setiap kemauan yang kita inginkan akan terwujud semuanya. Dan, kita perlu senantiasa yakin bahwa apa yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala takdirkan terjadi, pasti adalah yang terbaik dan pasti mengandung banyak sekali hikmah. Bapak, ibu dan hadirin yang saya hormati, dalam sebuah Hadist Dari Suhaib Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda yang artinya “Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mukmin; yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena ia mengetahui bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia mengetahui bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” HR. Muslim, no. 2999. Bapak, ibu dan hadirin yang saya hormati. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan kita kekuatan sehingga kita dapat menjadi pribadi yang senantiasa siap menghadapi segela kenyataan hidup ini dan mampu mengambil hikmah atas segala kejadian yang kita alami. Demikian yang bisa sampaikan dalam kultum kali ini, semoga bermanfaat khususnya bagi diri saya pribadi dan umumnya bagi jama’ah sekalian. Wallohua’lam bishowab. Kebenaran hanya milik Allah, jika ada kesalahan dari apa yang saya sampaikan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Billahi fi Sabililhaq, Fastabiqul Khairat. Wassalamu’alaikum warahmatullahhi wabarakatuh. [Download Pdf]
tulisan arab alhamdulillahilladzi arsala rosulahu bilhuda wadinil haq